Pajak Asuransi Kesehatan Pekerja

PERTANYAAN:
 
Saya ingin menanyakan kepada bapak terkait premi asuransi kesehatan bagi karyawan yang dibayarkan oleh perusahaan. Bagaimana perlakukan pajak atas premi asuransi tersebut? Apakah premi asuransi dimasukkan ke payroll? Bagaimana perlakuannya juga kalau karyawan mengklaim asuransi kesehatan itu?
Saya mengucapkan terimakasih.
Eva, Jakarta

JAWABAN:

SESUAI Pasal 4 ayat (1) huruf n Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pgjak Penghasilan (UU PPh), premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja kepada karyawan merupakan objek pajak penghasilan. Tapi, beleid tersebut tidak menjelaskan mengenai apa saja jenis dari premi asuransi itu.
Aturan pelaksananya tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/ PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan,
Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Peraturan ini menyebutkan, penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apa pun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja merupakan objek PPh Pasal 21.

Artinya, premi asuransi menambah penghasilan bagi si karyawan dan terutang PPh Pasal 21. Maka, atas premi asuransi kesehatan dimasukkan ke payroll dalam menghitung PPh Pasal 21. Tapi, atas premi asuransi yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak (PKP).

Pungutan PPN Pembelian Gudang

PERTANYAAN:

Tahun lalu perusahaan kami membeli sebuah gudang. Belum lama ini kami mendapat surat dari kantor pajak yang mengimbau agar membayar pajak pertambahan nilai (PPN) atas kegiatan membangun sendiri. Perusahaan kami membeli gudang dari developer dan sudah dipungut PPN. Gudang itu hanya menyimpan barang dan kami tidak melakukan renovasi apapun lagi.
Pertanyaannya: apakah perusahaan kami masih harus membayar PPN kegiatan membangun sendiri?
Mohon penjelasan dari Bapak dan terimakasih.
Eka Wulandari, Kosambi, Tangerang

JAWABAN:

PERATURAN Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 menyebutkan, PPN atas kegiatan membangun sendiri dikenakan terhadap bangunan dengan luas minimal 200 meter persegi (m2). Tarif PPN kegiatan membangun sendiri adalah 10% dari dasar pengenaan PPN.

Pajak UMKM Tidak Adil

Keadilan perpajakan menghendaki pengenaan pajak harus merata menyeluruh kepada semua subjek pajak yang telah memperoleh penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Ukuran keadilan pemajakan menjangkau dimensi horisontal dan vertikal. Keadilan horisontal mendalilkan, bahwa orang dengan kemampuan bayar yang sama harus dikenakan pajak sama besar atau equal for the equals. Sedang keadilan vertikal mensyaratkan, orang yang berbeda kemampuan bayarnya harus dikenakan pajak dengan besaran yang berbeda atau unequal for the unequals.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) mewujudkan keadilan horisontal dalam bentuk tarif pajak sepadan (flat rate). Sementara keadilan vertikal dalam bentuk tarif pajak progresif (gradual tax rate). Karena tidak mudah menerapkan ketentuan pemajakan biasa (normal tax system), usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sering disebut kelompok sulit dipajaki (hard-to-tax taxpayer). Kepada mereka bisa diberlakukan sistem pemajakan sederhana (simple tax system), misalnya, pajak final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang mulai berlaku sejak 1 Juli 2013 lalu.
Dalam Pasal 2 PP No. 46/2013, UMKM yang berhak atas pengenaan pajak 1% dari omzet adalah: pertama, wajib pajak orang pribadi atau badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan usaha dan jasa pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun.

Kedua, wajib pajak orang pribadi tidak termasuk mereka yang melakukan usaha perdagangan atau jasa dengan sarana/prasarana yang bisa dibongkar pasang, baik menetap maupun tidak menetap (pedagang kaki lima), dan yang menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. Ketiga, wajib pajak badan tidak termasuk mereka yang belum beroperasi secara komersial dan dalam jangka waktu satu tahun setelah operasi komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4,8 miliar.

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, tahun 2011 lalu terdapat 55.211.396 UKM, sedang tahun 2012 sebanyak 56.539.560 UKM, atau naik 2,41%; UMKM mempunyai kontribusi sekitar 30% dari produk domestik bruto (PDB) yang mencapai Rp 9.380 triliun atau sekitar Rp 2.814 triliun.
Dengan tarif efektif 1% dari omzet, potensi penerimaan pajak dari UMKM sekitar Rp 30,80 triliun, jika tindakan administrasi pemajakan dilaksanakan secara doing business as usual. Untuk mengusahakan lebih banyak penerimaan pajak dari sistem pemajakan yang sederhana ini, maka baik ekstensifikasi (penambahan wajib pajak terdaftar) maupun intensifikasi (kebenaran omzet) harus mendapat perhatian betul.

Kesampingkan efisiensi dan keadilan

Pajak Penghasilan Final 1%

PERTANYAAN:

KONTAN edisi 8-14 Juli 2013 mengupas soal kebijakan pemerintah yang menetapkan pajak penghasilan (PPh) sebesar 1% dari omzet dengan batasan omzet sampai Rp 4,8 miliar setahun. Kebetulan, saya menjalankan usaha sebagai agen asuransi perorangan yang selama ini PPh dipotong oleh perusahaan. Dan, istri saya membuka usaha furnitur. Selama ini, saya memakai Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak 1770 dan menghitung pajak dengan menggunakan norma perhitungan.
Yang mau saya tanyakan, apakah semua usaha, baik dagang maupun jasa boleh menggunakan aturan pajak final 1% itu? Lalu, apakah batasan untuk menjadi pengusaha kena pajak (PKP) dinaikkan menjadi omzet Rp 4,8 miliar setahun?
Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih.
Deddy, Serpong, Tangerang

"Produksi Minyak Indonesia di Titik Nadir"

WAWANCARA KHUSUS

Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini


"Produksi Minyak Indonesia di Titik Nadir"


Berapa cadangan minyak yang kita miliki. Habis dalam 12 tahun?



Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini (VIVAnews/Muhamad Solihin)

Pemerintah berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak pada bulan Juni ini. Sebab harga minyak dunia terus merangkak naik. Menyebabkan jumlah subsidi pemerintah terus melonjak. Mencekik APBN. Sementara produk migas Indonesia sendiri terus turun. Jika tidak melakukan sesuatu, maka ekonomi nasional secara keseluruhan bisa terganggu.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini, saat berkunjung ke redaksi TV One beberapa waktu lalu, yang juga dihadiri wartawan VIVAnews.com, menyampaikan bahwa produksi migas Indonesia kini nyaris berada di titik nadir. Namun Guru Besar Teknik Perminyakan ITB ini meyakini produksi itu akan naik dengan masifnya eksplorasi dan eksploitasi untuk menemukan cadangan baru.

Indonesia saat ini memang telah berubah menjadi importir minyak bumi dan bukanlah negara dengan kekayaan migas yang berlimpah. Cadangan minyak Indonesia hanya 3,6 miliar barel, sungguh jauh bila dibandingkan dengan Venezuela yang jumlah cadangannya mencapai 300 miliar barel. Jika temuan baru tidak ada, "Kira-kira cadangan minyak kita habis 12 tahun lagi," kata Rudi Rubiandini.

Lahir di Tasikmalaya 9 Februari 1962, Rubiandini sudah lama bergelut dengan semua urusan di dunia perminyakan. Setelah lulus dari Teknik Perminyakan ITB tahun 1985, dia kuliah di Technische Universitaet Clausthal Jerman. Lama berkarir di BPMIGAS mengantarkan Rubiandini ke kursi Wakil Menteri (Wamen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Turun dari kursi Wamen Januari 2013, dia kemudian diangkat Presiden menjadi Kepala SKK Migas. Jabatan yang mengharuskannya menguasai secara rinci setiap perkembangan dunia minyak Indonesia.

Bagaimana kondisi perminyakan kita, seberapa besar stok yang tersedia, apakah ada temuan sumber minyak baru, dan bagaimana strategi SKK Migas menggenjot produksi? Berikut petikan wawancara dengan Rudi Rubiandini.
 

COINPOT

COINPOT