CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) FINAL UKM 1%

(LAMPIRAN PERATURAN MENTERl KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1O7/PMK.01/2013 TANGGAL 30 JULI 2013)


Agus Hidayat menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus menjual suku cadangnya. Agus Hidayat yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tahun 2009 memiliki 2 (dua) buah bengkel yang berada di wilayah yang berbeda, yakni bengkel A terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) X dan bengkel B terdaftar di KPP Y. Berdasarkan pencatatannya selama tahun 2013 masing-masing bengkel tersebut memiliki peredaran bruto sebagai berikut:

Peredaran bruto bengkel A = Rp 100.000.000,00 
Peredaran bruto bengkel B = Rp 150.000.000,00

Peredaran bruto yang dijadikan dasar penentuan tarif PPh yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto bengkel A dan bengkel B yakni sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Karena total peredaran. bruto selama tahun 2013 kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) maka atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh Agus Hidayat pada tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto.

Tax Evasion Pajak Properti

Oleh Anandita Budi Suryana, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Developer properti membantah pelaporan pajak properti menggunakan dasar harga transaksi sebenarnya dan bukan Nilai Jual Obyek Pajak. Bukti konkret penggunaan NJOP untuk penghitungan pajak transaksi muncul dari developer di Depok dan Semarang.

Ketentuan untuk pajak transaksi properti, bahwa harga bisa menggunakan harga transaksi pasar properti atau harga NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) jika tidak diketahui harga pasaran yang wajar. Nilai transaksi pasti berbeda dengan NJOP. NJOP hanya menghitung harga tanah sesuai pasaran dan harga bangunan sesuai dengan bahan bangunan dan upah pekerja yang digunakan.


Sedangkan nilai transaksi memasukkan unsur keuntungan developer dan emotional price. Unsur emotional price ini mendongkrak harga properti melebihi nilai tanah dan bangunannya. Contohnya transaksi sekavling tanah di kawasan SCBD Jakarta Selatan seluas 9.700 meter dijual pada harga Rp.193 juta per meter. Jauh melampaui NJOP bahkan nilai taksiran appraisal swasta yang menilai di kisaran Rp.112 juta per meter.

Fakta mengejutkan muncul dari sidang kasus simulator SIM (18/06/2013), dimana ada penjualan rumah mewah oleh developer kepada terdakwa, seharga Rp.7,1 milyar di Semarang namun di akta notaris hanya tertulis Rp.940 juta atau ada selisih harga Rp.6,1 milyar. Atas transaksi ini ada potensi PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang harus disetor 10 persen dikali Rp.6,1 milyar atau Rp.610 juta. Kekurangan lain PPh (Pajak Penghasilan) final sebesar 5 persen dikalikan Rp.6,1 milyar atau Rp.300 juta. Total kekurangan pajak senilai Rp.900 juta. Jika developer ini menjual ratusan unit rumah mewah, kerugian negara bisa mencapai puluhan milyar rupiah dari satu proyek perumahan.

Hal ini membantah pernyataan asosiasi developer bahwa semua developer telah membayar pajak sesuai ketentuan, dan tidak ada developer yang melaporkan transaksi senilai NJOP. Bagi developer mustahil kalau tidak tahu harga pasaran properti karena ini core business perusahaan. Penggunaan nilai NJOP untuk transaksi developer, bukan karena ketidaktahuan aturan pajak, namun tindakan kriminal menyembunyikan nilai omset untuk penghindaran pajak (tax evasion). Kejadian ini tidak hanya developer di Semarang.

Ini diperkuat fakta lain di Depok, terdakwa simulator SIM juga membeli rumah seharga Rp.2,65 milyar namun di akta jual beli hanya tertulis Rp.784 juta atau ada selisih Rp.1,9 milyar. Potensi PPN yang belum disetor adalah 10 persen dikali Rp.1,9 milyar atau Rp.190 juta dan PPh final 5 persen dikali Rp.1,9 milyar atau Rp.85 juta. Total pajak kurang dibayar developer sebesar Rp.275 juta dari satu unit rumah saja.
 

COINPOT

COINPOT