PembetuIan SPT PPh 23


PERTANYAAN:
Perusahaan kami telah melaporkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 untuk Masa Juni 2014. Tapi ternyata, ada satu bukti pemotongan pajak yang harus dibatalkan karena pekerjaannya dibatalkan. Sehingga, perusahaan kami ada kelebihan setoran PPh Pasal 23.
Uang kelebihan tersebut merupakan hak perusahaan kami. Sebab biasanya, sebelum klien melunasi tagihan, kami bayar dulu PPh Pasal 23 itu ke kas negara.
Bagaimana cara membuat pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh 23 Masa Juni 2014 lantaran sekarang sudah September 2014? Lalu, bagaimana cara meminta kelebihan pembayaran itu ke kantor pajak?
Atas bantuannya, saya ucapkan teriniakasih.
Santi, Jakarta

JAWABAN:
CARA pembetulan SPT PPh 23 Masa Juni 2014 adalah dengan mengisi formulir SPT PPh 23 serta kolom "X" pada SPT Pem­betulan ke-1. Sedang permintaan kelebihan pembayaran PPh dilakukan dengan: pertama, mengajukan pemindahbukuan atas kelebihan pembayaran pajak. Kedua, permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Untuk opsi pertama, Anda mengajukan surat permohonan tertulis serta melampirkan Su­rat Setoran Pajak (SSP) PPh 23 asli lembar pertama. Aturan mainnya tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-88/KMK.04/1991.
Kemudian untuk opsi kedua, menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 10/ PMK.03/2013, wajib pajak bisa mengajukan permohonan kepada direktur jenderal pajak jika terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar dari pajak yang seharusnya dipotong atawa dipungut. Kesa­lahan pemotongan atau pemu­ngutan ini termasuk yang diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Jasa Penyedia Tenaga Kerja


PERTANYAAN:
Apakah perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan tenaga kerja untuk jasa keamanan dan cleaning service jika sudah beromzet di atas Rp 4,8 miliar dalam satu tahun wajib mengajukan sebagai pengusaha kena pajak (PKP)? Lalu, apakah jasa suplai tenaga kerja terkena pungutan pajak per­tambahan nilai (PPN)?
Terimakasih.

Andi, Medan

JAWABAN:
SESUAI dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/ PMK.03/2013, batasan pengusa­ha yang wajib untuk dikukuhkan menjadi PKP adalah yang memperoleh peredaran bruto setahun Rp 4,8 miliar.
Sedang aturan main mengenai jasa tenaga kerja yang tidak kena PPN tertuang dalam Pasal 4A ayat (3) huruf k Undang-Undang (UU) PPN. Beleid ini menyebutkan, jasa tertentu dalam kelompok jasa tenaga kerja merupakan jenis jasa yang terutang PPN: Pertama, jasa tena­ga kerja. Kedua, jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak tidak bertanggungjawab atas hasil kerja dari pekerja itu. Ketiga, jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja. Aturan pelaksanaannya termaktub di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2012.
Jadi, untuk jasa penyediaan tenaga kerja yang tidak memenuhi kriteria tersebut merupakan jasa kena pajak. Sehingga, atas penyerahan jasa penyedia­an tenaga kerja kena PPN.
Kami kutip contoh kasusnya dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/ PJ/2012. Contoh jasa penyedia­an tenaga kerja yang tidak kena PPN: PT Mitra merupakan per­usahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan tenaga ker­ja. Mitra bekerjasama dengan PT Prima yang bergerak di bi­dang keuangan untuk menyediakan sejumlah tenaga sekretaris, dengan kualifikasi tertentu, buat ditempatkan di kantor pusat Prima di Surabaya.
Tenaga sekretaris yang diserahkan Mitra kemudian menjadi karyawan Prima. Sekretaris itu bertanggungjawab ke Prima dan mendapatkan upah dari Prima. Atas jasa yang diserahkan tersebut, Mitra menerima imbalan dari Prima. Nah, jasa yaug diserahkan Mitra ke Prima merupakan jasa penyediaan te­naga kerja, yang termasuk da­lam kelompok jasa tenaga kerja yang tidak kena PPN.

Mengawal Pergerakan Rupiah


Pergerakan rupiah yang bagaikan yoyo akhir-akhir ini merupakan kombinasi berbagai hal.

Pertama, memburuknya kondisi ekonomi internasional. Kedua, kurang baiknya kebijakan pemerintah dalam menghadapi masalah eksternal tersebut. Ketiga, rendahnya integritas ataupun kualitas pendidikan dan pengalaman mentcri-menteri pada pemerintahan sekarang (dibandingkan dcngan para teknokrat pada awal Orde Baru, misalnya). Keempat, gonjang-ganjing DPR baru yang menimbulkan ketidakpastian politik sehingga mendorong pelarian modal asing dari Indonesia.

Selama masa Orde Baru, pemerintah juga mempekerjakan penasihat asing, terutama dari Universitas Harvard, dan sering kontak dengan pejabat Bank Dunia, IMF, dan ADB. Penasihat asing itu digunakan para teknokrat sebagai sparring partners guna menajamkan analisis serta kebijakannya dan memantau perkembangan ekonomi internasional. Setelah era Rcformasi, tidak ada lagi penasihat asing itu karena para politisi alergi terhadap orang asing. Sementara Indonesia juga tidak punya lembaga-lembaga penelitian, seperti KDI dan KIEP di Korea.

Rupiah yang gonjang-ganjing bagaikan yoyo menyebabkan ketidakpastian bagi dunia usaha, terutama yang banyak meminjam dalam mata uang asing. Hampir semua perusahaan besar Indonesia di semua sektor ekonomi (pertambangan, perkebunan, industri manufaktur, dan real estat) membelanjai usahanya dari bank-bank asing di Singapura. Itu kenapa mereka memiliki kantor di Singapura. Devisa hasil ekspornya tak masuk ke Indo­nesia karena ditahan di negara tersebut untuk membayar utang, sekaligus menggelapkan pajak karena tarif pajak Singa­pura lebih rendah ketimbang Indonesia.

Memburuknya ekonomi dunia

Ada empat perkembangan internasio­nal yang berdampak buruk pada ekonomi Indonesia. Pertama, penurunan harga komoditas primer (hasil tambang, pertanian, dan perikanan) sejak akhir 2011. Komoditas itu terutama kita ekspor ke Tiongkok dan India yang tadinya mempunyai laju pertumbuhan ekonomi tinggi, 9-10 persen per tahun. Ekonomi Tiongkok meningkat pesat lebih dari 30 tahun terus-menerus setelah Deng Xiaoping beralih ke paham "liberalisasi borjuis" sejak 1983. India ber­alih ke sistcm ekonomi pasar, mening-galkan sosialisme dengan sistem perizinan yang rumit serta serba negara pada 1991. Ekonomi yang tumbuh pesat di kedua negara itu butuh berbagai bahan mentah dan rakyatnya yang kian makmur menuntut makanan yang lebih berkualitas. Berakhirnya stimulus fiskal dan kredit untuk mengatasi krisis keuangan global 2008-2009 telah memperlambat pertum­buhan dua negara raksasa itu.

Penurunan harga komoditas mengakhiri boom komoditas primer yang kita nikmati sejak krisis ekonomi 1997. Sejak tahun 2000, ekspor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia kian bergantung pada harga komoditas primer yang diekspor ke kedua negara itu. Pcnanaman modal asing dan dalam negeri, terutama juga ke sektor pertambangan dan perkebunan. Sumber penghasilan devisa kedua adalah dari kiriman TKI yang bekerja di mancanegara, umumnya pelcerja kasar dengan pendidikan/keahlian sangat terbatas.

Agar KPR Tidak Ditolak

Kredit pemilikan rumah (KPR) adalah jenis pin­jaman dari bank di mana nasabah dibantu untuk membeli rumah tanpa harus menunggu seluruh dana terkumpul secara tunai. Nasabah hanya perlu mengumpulkan uang muka atau down payment (DP) sebesar 30% dari harga rumah (untuk rumah pertama) dan biaya-biaya yang terkandung di dalamnya untuk melakukan proses KPR. KPR juga meminta jaminan/agunan berupa rumah yang Anda ingin beli tersebut.
Semua orang dapat mengajukan KPR tapi tidak semua dapat dengan mudah disetujui oleh bank. Ada beberapa persyaratan penting dalam pengajuan KPR agar disetujui. Selain harus berwarga negara Indonesia, Anda harus mempersiapkan hal-hal berikut:

■ Kelengkapan dokumen sesuai profesi
Untuk karyawan, syarat yang diperlukan adalah mengisi formulir aplikasi pengajuan KPR dengan tandatangan pemohon dan pasangan, kopi kartu tanda penduduk (KTP) pemohon dan pasangan (istri/suami), kopi surat nikah/cerai, kopi kartu keluarga, kopi rekening koran/ta-bungan 3 bulan terakhir, kopi nomor pokok wajib pajak (NPWP), slip gaji terakhir asli/ surat ketcrangan penghasilan dan surat keterangan jabatan, serta kopi dokumen kepemilikan agunan, misalnya sertifikat hak milik atau sertifikat hak guna bangunan (SHM/SHGB), izin mendirikan bangunan (1MB), dan pajak bumi dan bangunan (PBB). Apabila rumah tersebut masih dalam pembangunan dan belum tandatangan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), maka sediakan surat pesanan rumah dari pengembang.
Apabila karyawan menyediakan slip gaji, maka profesional harus menyediakan informasi keuangan terakhir dan kopi izin praktik profesi. Untuk para freelancer yang tidak memiliki izin khusus karena profesi yang dijalankan masih terbilang unik dan baru di Indonesia, maka yang harus disediakan adalah kontrak-kontrak kerja dengan para klien yang mempekerjakan, bukti pembayaran setoran pajak, dan mutasi rekening 6 bulan hingga 1 tahun terakhir.
Untuk wiraswasta, tambahan dokumen yang diperlukan ada­lah kopi neraca laba rugi, kopi akta pendirian perusahaan, dan izin-izin usaha.
Masa kerja/usaha juga akan dilihat. Biasanya untuk karya­wan, bank akan meminta bukti sudah berapa tahun bekerja di perusahaan tersebut. Apabila belum satu tahun, maka harus ada bukti surat kerja dari per­usahaan sebelumnya dan juga bukti penawaran di tempat ker­ja yang baru. Apabila di kantor yang baru Anda sempat mengalami masa percobaan, maka siapkan surat pengangkatan Anda menjadi pegawai tetap. Untuk profesional dan wiras­wasta, paling tidak masa usaha Anda minimum 2 tahun.

■ Cek kemampuan pembayaran
Bank akan melihat penghasilan serta cicilan utang yang su­dah ada sekarang. Bank hanya mengizinkan total cicilan berkisar 30%-35% dari penghasiian. Anda pribadi harus mengecek kemampuan membayar Anda sebelum mengajukan KPR. Un­tuk memperkecil cicilan, Anda bisa memperbesar DP dan juga memperpanjang tenor pinjaman. Bagi yang berpenghasilan tidak tetap, maka Anda mesti memperhitungkan penghasilan rata-rata dan bukan penghasilan tertinggi yang Anda dapat.

Saham Milik Orang Asing

PERTANYAAN:
Perusahaan kami berkedudukan di Indonesia dan kepemilikan sahamnya dikuasai beberapa pemegang sa­ham yang mayoritas adalah wajib pajak (WP) luar negeri. Beberapa pemegang sa­ham minoritas berencana menjual kepemilikannya ke salah satu pemegang saham pengendali. Baik yang men­jual maupun yang membeli ialah WP luar negeri.
Penjualan saham-saham tersebut seluruhnya berdasarkan jumlah modal yang disetor, sehingga tidak ada capital gain. Dan, perusaha­an kami adalah perusahaan yang belum go public.
Yang ingin saya tanyakan, apakah ada kewajiban perpajakan yang kami bayar dengan transaksi itu, mengingat domisili perusahaan ada di Indonesia?
Mohon penjelasan Anda dan sebelumnya kami meng-ucapkan terimakasih.

Eddy Santoso, Tangerang

JAWABAN:
TRANSAKSI penjualan saham pada perusahaan tertutup (be­lum go public) yang dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri, maka atas keuntungannya (ca­pital gain) merupakan objek pajak penghasilan (PPh). Laba atas pengalihan saham tersebut merupakan objek PPh Pasal 25 dan Pasal 29 dan harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang bersangkutan. Tapi, jika memang tidak ada capital gain yang diperoleh, maka tidak ada aspek perpajakan yang timbul.
Dan, jika yang melakukan transaksi penjualan saham ada­lah WP luar negeri, atas pengha­silan dari penjualan saham perseroan selain bentuk usaha tetap dipotong pajak sebesar 20% dari perkiraan penghasilan netto. Besaran perkiraan pengha­silan netto itu adalah 25% dari harga jual. Sehingga, besaran PPh Pasal 26 adalah 20% x 25% atau 5% dari harga jual. Pembayaran PPh bersifat final.

Pelanggaran Mendahulukan Utang Pajak

Pembagian hasil lelang harta wajib pajak (WP) sering menimbulkan perselisihan ketika yang berkepentingan dengan hasil lelang tersebut terdiri dari banyak pihak, sementara hasil le­lang tidak mencukupi untuk menutup semua kewajiban yang ada. Negara se­ring menjadi pihak yang merasa dirugikan dari pembagian hasil lelang tersebut karena hak mendahulu negara atas harta wajib pajak sering tidak dipenuhi sebagaimana mestinya.
Pelunasan utang pajak merupakan salah satu hak negara, sehingga hak men­dahulu utang pajak merupakan salah satu hak mendahulu negara. Dalam Pasal 21 UU KUP (UU No. 28 Tahun 2007) de­ngan tegas dinyatakan bahwa negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak yang meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.
Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan, dilarang membagikan harta wajib pajak kepada pihak lain sebelum menggunakan har­ta tersebut untuk membayar utang pajak penanggung pajak tersebut. Utang pajak dan biaya penangguhan pajak harus terlebih dahulu dilunasi sebelum utang-utang lainnya.
UU KUP mendudukkan negara sebagai kreditur preferen yang mempu­nyai hak mendahulu atas barang-ba­rang milik penanggung pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap: biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak, biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud dan biaya per­kara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
Hak mendahulu utang pajak ini juga ditegaskan dalam Pasal 19 UU No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan dengan Surat Paksa (UU Penagihan).
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) hak mendahulu negara atas utang pajak tersebut diakui sebagai hak istimewa (hak yang diberikan undang-undang). Menurut KUH Perdata, hak mendahulu yang melekat pada gadai dan hipotek pada dasarnya lebih tinggi kedudukan-nya daripada hak istimewa, kecuali un­dang-undang menyatakan sebaliknya, Mengingat UU KUP dan UU Penagihan sudah dengan tegas menyatakan bahwa hak mendahulu hutang pajak itu lebih tinggi kedudukannya daripada hak men­dahulu lainnya, maka hak mendahulu tersebut lebih tinggi kedudukannya dari­pada hak mendahulu yang melekat pada gadai dan hipotek,

Pajak Hibah Saham & Tanah

PERTANYAAN:
Saya ingin memberikan hibah berupa saham, tanah/ rumah, serta deposito kepada orang yang tidak ada hubungan keluarga dan keponakan/saudara yang masih ada hubungan keluarga tapi tak ada hubungan darah.
Apakah hibah tersebut kena pungutan pajak? Kalau iya, berapa persen pajak dari masing-masing hibah itu?
Saya mengucapkan banyak terimakasih sebelumnya.
Santosa, Semarang

JAWABAN:
SEBELUM menjawab pertanyaan Anda, kami jelaskan dasar hukumnya, yakni Pasal 4 ayat 3 huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Beleid ini menyebutkan, yang dikecualikan dari objek pajak:
Pertama, bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atawa lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah, dan yang diterima penerima zakat yang berhak. Atau, sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, kemudian diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan pemerintah dan yang diterima penerima sum­bangan yang berhak.
Kedua, harta hibahan yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, ba­dan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil. Dengan catatan, tidak ada hu­bungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan tersebut.
Tapi, bila pemberian hibah yang Anda berikan kepada pihak yang bukan satu garis lurus seperti keponakan/saudara,  maka atas hibah itu merupakan objek pajak penghasilan bagi pihak penerima hibah. Atas hi­bah yang kena PPh atas saham dan deposito kecuali tanah dan bangunan, dipungut tarif pajak Pasal 17 UU PPh.

Manajemen Perpajakan untuk Pejabat


Visi misi perpajakan seringkali diabaikan atau tidak dipahami oleh pejabat negara, termasuk pemimpin daerah. Dalam pemilu presiden lalu, diungkapkan rencana menaikkan tax ratio menjadi 16%. Kabarnya, pemerintah berencana membentuk badan penerima­an negara untuk menggantikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Bagaimana seharusnya visi misi perpajakan pejabat negara untuk meningkatkan tax ratio dan penerimaan pajak?

Manajemen perpajakan diperlukan untuk meningkatkan tax ratio yang menurut laporan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) tentangRevenue Statistic (2014) adalah sebesar 12,9% di Indonesia di tahun 2012. Angka ini lebih rendah dibanding Malaysia (16,7%), Jepang, dan Korea yang berkisar 26%-28% atau bahkan nega­ra OECD rata-rata sekitar 34%. Kenaikan tax ratio, yakni perbandingan antara pa­jak yang diterima dengan produk domestik bruto, tentunya dapat meningkatkan penerimaan pajak.
Dalam laporan Economic Survey tahun 2012, OECD memberikan rekomendasi perpajakan, diantaranya meningkat­kan jumlah wajib pajak (WP) dari para pengusaha, meningkatkan sumber daya audit, dan peningkatan penggunaan informasi pihak ketiga untuk melakukan penaksiran kewajiban perpa­jakan. Laporan tersebut juga menjelaskan bahwa penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP) dari keseluruhan penerimaan pajak Indo­nesia adalah sebesar 12% dibandingkan negara OECD yang sebesar 52%. Artinya, tingkat kepatuhan WP OP masih rendah lantaran banyak penghasilan yang belum dikenakan pajak dan disimpan di luar negeri.
Dari saran OECD di atas, sepertinya penggunaan informasi pihak ketiga merupakan hal yang paling memungkinkan untuk segera dilaksanakan. Pemerintah sebenarnya telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 31 Tahun 2012 ten­tang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi Perpajakan yang diterbitkan atas dasar pasal 35A Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) yang menetapkan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan infor­masi yang berkaitan dengan perpajakan untuk kepentingan penerimaan negara kepada DJP.
Sesuai PP No. 31/ 2012, pimpinan berbagai asosiasi, menteri, dan pejabat di lembaga atau instansi negara, gubernur, bupati seharusnya sadar akan kewajiban memberikan informasi perpajakan secara elektronik kepada DJP. Namun, kesadaran tersebut belum ada. Dari keterangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lebih dari 50% perusahaan tambang tidak membayar pajak sebagaimana seharusnya.

Menggandeng Pemda

Apabila kewajiban pemberian data dan informasi perpajakan itu dengan sengaja tidak dipenuhi, otomatis berlaku keten­tuan pengenaan sanksi pidana berupa penjara maksimal setahun berdasarkan pasal 41C UU KUP. Sayangnya, sanksi bagi pejabat negara karena tidak memenuhi kewajiban pemberian informasi ti­dak diatur jelas di PP No. 317 2012.
Informasi perpajakan untuk DJP berhubungan erat dengan pajak daerah yang didasarkan pada UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, meski pasal 172 UU tersebut tidak mengatur tentang pemberian infonnasi perpajakan kepada DJP dan bahkan dapat membatasi pem­berian informasi perpajakan kepada DJP.

Penjual Tidak Laporkan PPN

PERTANYAAN:
Kami mendapatkan surat imbauan pembetulan Surat Pemberitalman (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun 2013 dari kantor pajak. Sebab, faktur pa­jak masukan yang kami kreditkan belum dilaporkan oleh pihak penjual yang menerbitkan faktur pajak. Sebelumnya kami sudah membayar sebesar nilai pembelian ditambah PPN 10%, dan sudah kami bayar pajaknya kepada pihak penjual.
Yang mau kami tanyakan, bagaimana menyikapi masalah ini? Karena, kesalahan dari pihak penjual sehingga kami harus melakukan penyetoran PPN lagi dan mela­kukan pembetulan SPT Masa PPN. Tambah lagi, jumlah PPN yang harus kami betulkan lumayan besar.
Atas bantuannya kami ucapkan terimakasih.
Anggi, Tangerang

JAWABAN:
KEWAJIBAN penyetoran PPN memang ada di pihak penjual barang sebagai penerbit faktur pajak. Tapi, pembeli yang merupakan penerima faktur pajak wajib meminta faktur pajak yang diterbitkan penjual.
Bila tidak melaporkan dan menyetorkan pajaknya, maka penerbit faktur pajak akan kena sanksi administrasi bahkan sanksi pidana. Aturan mainnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (UU KUP).
Yang bertanggungjawab me­lakukan pemungutan PPN adalah penjual. Penjual yang sudah berstatus pengusaha kena pajak (PKP) wajib menerbitkan fak­tur pajak kepada setiap penyerahan barang kena pajak atau penjualan ke pembeli mereka. Kemudian, penjual harus me­nyetorkan PPN dan melaporkannya ke kantor pajak.
Pasal 16 F UU PPN menyebutkan, pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak bisa menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar. Maksudnya, pembeli atau konsumen bertanggungja­wab renteng atas pembayaran pajak yang terutang kalau ternyata pajak yang terutang tersebut tidak bisa ditagih kepada penjual. Atau, pemberi jasa dan pembeli tidak bisa menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada pen­jual atau pemberi jasa.
 

COINPOT

COINPOT