Success Fee Kena PPN

PERTANYAAN:
Apakah success fee yang dibayar bank milik pemerin­tah kepada balai lelang kena pajak pertambahan nilai (PPN)? Kalau iya, apakah bank wajib memungutnya? Atau, bagaimana ntekanisme pembayaran pajaknya?
Sebelumnya terimakasih atas jawabannya.
Harisman, Padang, Sumatra Barat

JAWABAN:
SEBELUMNYA kami perlu jelaskan bahwa fungsi balai lelang adalah sebagai juru lelang/perantara dari pihak pemilik (penjual) barang dengan pihak peserta lelang (pembeli) barang. Penjelasan Pasal 1 A ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang PPN menyebutkan, yang dimaksud de­ngan pedagang perantara ada­lah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya, komisioner. Sedang yang dimaksud dengan juru lelang adalah juru lelang pemerintah atawa yang ditunjuk oleh pemerintah.

UU PPN juga mengatur mengenai jenis jasa yang tidak kena pajak pertambahan nilai, yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa: pertama, jasa pe­layanan kesehatan medis. Ke-dua, jasa pelayanan sosial. Ke-tiga, jasa pengiriman surat dengan perangko. Keempat, jasa keuangan. Kelima, jasa asuransi. Keenam, jasa keagamaan. Ketujuh, jasa pendidikan. Ke-delapan, jasa kesenian dan hiburan. Ke-sembilan, jasa penyiaran yang ti­dak bersifat iklan. Ke-sepuluh, jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan jasa angkutan udara luar negeri. Ke-sebelas, jasa tenaga kerja. Ke-duabelas, jasa perhotelan. Ke-tigabelas, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

Presiden Idaman Tegas Kelola Pajak

Sudah seharusnya momentum pilpres mendatang menjadi ajang adu ide, misi, dan program nyata untuk perbaikan bangsa, bukan sekadar adu popularitas belaka. Tak banyak dari beberapa nama bakal capres memiliki program dan misi jelas, khususnya di bidang ekonomi dan perpajakan.

Permasalahan pajak di negeri ini seharusnya menjadi perhatian semua bakal capres yang akan bertarung pada Juli nanti. Hampir 80% APBN ditopang oleh penerimaan pajak, maka sudah sewajarnya jika semua bakal capres tak hanya mengobral janji, tetapi seyogyanya mereka memikirkan bagaimana meningkatkan aliran uang masuk ke kas negara untuk pembiayaan pembangunan dan mendistribusikan kemakmuran.

Nampaknya baru dua bakal capres yang berani menyentuh isu pajak ini: Jokowi dan Prabowo. Jokowi pernah berkomentar mengenai kemungkinan menjadikan otoritas pajak sebagai kementerian sendiri terpisah dari Kementerian Keuangan. Sedangkan Prabowo jauh hari sebelum pileg sudah sangat spesifik ingin menaikkan target tax ratio penerimaan pajak dari 12% menjadi 16%. Dengan kenaikan 4% tersebut berarti ada tambahan penerimaan pajak sekitar Rp 300 triliun. Suatu jumlah yang sangat signifikan untuk membangun negeri ini. Namun, pertanyaannya bagaimana mencari tambahan uang pajak sebanyak itu?

Salah satu caranya adalah dengan menjadikan pajak sebagai sebuah otoritas independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Dengan adanya independensi otoritas pajak, kewenangan dan efektivitas serta efisiensi kebijakan pajak pun akan lebih mudah diterapkan. Termasuk juga penegakan hukum bagi para pengusaha nakal dan pengemplang pajak pun akan lebih efektif.

Setidaknya ada tiga alasan pentingnya pajak menjadi sebuah otoritas tersendiri. Pertama, terwujudnya pemisahan fungsi belanja dan penerimaan negara. Selama ini, Kementerian Keuangan menjalankan semua fungsi tersebut, tugas yang sangat berat tentunya. Otoritas tersebut hendaknya bisa mewadahi semua instansi penerimaan negara yang ada selama ini. Jadi tidak hanya pajak, tetapi termasuk juga bea cukai dan organisasi penghimpun penerimaan bukan pajak lainnya.

Buku Panduan Praktis PSAK Terkini Berbasis IFRS Terkait OCI

Buku ini menyajikan panduan praktis bagaimana OCI (Other Comprehensive Income) yang merupakan salah satu ciri khas dari standar Akuntansi baru yaitu PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) terkini berbasis IFRS (International Financial Reporting Standrad) terbentuk. IFRS merupakan standar Akuntansi global dimana Indonesia sudah mulai menerapkan secara efektif pada 1 Januari 2012. Pembahasan awal dimulai dengan gambaran umum dan karakteristik IFRS, serta format laporan keuangan berdasarkan PSAK 1 (Penyajian Laporan Kuangan). Pembahasan munculnya OCI akan diberikan dalam bentuk ilustrasi yang mudah dipahami yang mengacu pada PSAK terkait yaitu :

1. PSAK 10 : Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing
2. PSAK 16 : Aset Tetap
3. PSAK 24 : Imbalan Kerja
4. PSAK 50 : Instrumen Keuangan : Penyajian
5. PSAK 55 : Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran

Munculnya OCI dari PSAK 10 berasal dari penjabaran laporan mata uang asing ke mata uang pelaporan. Sementara muncul OCI dari PSAK 16 adalah hasil revaluasi terhadap asset tetap ke nilai wajarnya. Munculnya OCI dari PSAK 24 berasal dari program imbalan pasti yang terkait perubahan asumsi aktuaria. Last but not least, munculnya OCI dari PSAK 50 dan 55 adalah berasal dari investasi tersedia untuk dijual dan aktivitas lindung nilai cash flow.

Penulis : Ahalik, SE, Ak, M.Si, M.Ak, CMA, CPMA, CPSAK, CPA, DipIFR, CA
Harga buku Rp. 68.000,- di toko guku gramedia
 
 




 

COINPOT

COINPOT