PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.03/2017

Mulai 1 November 2017 berlaku 147/PMK.03/2017 tgl 31 Oktober 2017: 

1. WP OP yang melakukan pekerjaan bebas tidak termasuk WP OP Pengusaha Tertentu (WP OPPT). Jadi meski tempat pekerjaan bebas berbeda dengan tempat tinggal, NPWP cukup terdaftar di tempat tinggal. WP OPPT harus bikin NPWP tiap tempat kegiatan usaha bila berbeda dengan tempat tinggal. Jadi PPh Final PP 46/2013 dibayar utk tiap tempat kegiatan usaha. 

2. Utk bikin PKP: telah lapor SPT Tahunan PPh 2 tahun pajak terakhir yg telah menjadi kewajibannya dan tidak punya utang pajak kecuali utang pajak yg telah disetujui diangsur atau ditunda. Syarat ini juga berlaku utk seluruh pengurus/penanggungjawab Pengusaha berbentuk badan. 

3. Kewajiban perpajakan bagi WP yang telah diterbitkan NPWP berdasarkan permohonan WP atau secara jabatan dimulai sejak WP memenuhi persyaratan subjektif & objektif paling lama 5 tahun sebelum diterbitkan NPWP. 

4. PKP yg dikukuhkan sebelum 1 Agustus 2017 dan sampai dengan 1 Nov 2017 belum memiliki Sertifikat Elektronik (SE) atau SE sdh habis masa berlakunya & tdk minta SE baru maka dilakukan pencabutan PKP secara jabatan. 

5. PKP yg dikukuhkan sejak 1 Agustus 2017 dan tdk minta aktivasi SE dlm jangka waktu 3 bulan sejak 1 November 2017 maka dilakukan pencabutan PKP secara jabatan. 

6. WP dinonaktifkan sementara terhadap PKP yang: tidak lapor SPT Masa PPN 3 masa pajak berturut-turut, terindikasi menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan PKP, tidak melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai kriteria yang ditetapkan Dirjen Pajak. Bila PKP tidak menyampaikan klarifikasi dlm jangka waktu 1 bulan sejak penonaktifan sementara, maka dilakukan pencabutan pengukuhan PKP.

FAQ E-FAKTUR V.2.0

ETAX-API-00003: Upload faktur corrupt, ulang kembali
Penyebab:
Tanggal faktur lebih kecil dari tanggal pemberian NSFP

ETAX-20011: Could not open hibernate session

ETAXSERVICE-40008: Service error. Lakukan upload ulang. Could not send message
Penyebab:
Koneksi ke DJP terputus saat proses uplod
Solusi:
Start uploader ulang dan upload ulang

ETAXSERVICE-30004: Error upload faktur null pointer
Penyebab:
Gagal hashing data, sertifikat corrupt/tidak dapat digunakan
Solusi:
Unduh lagi sertifikat elektronik, perkenalkan ulang sertifikat elektronik, upload lagi

ETAX-30009: Report tidak dapat dibuat, general error
Penyebab:
DC tidak dapat membuat pdf
Client tidak dapat lagi mencetak pdf bagi pengguna network database
Solusi:
Refresh DC melalui menu referensi-administrasi sertifikat
Cetak pdf dari PC server

ETAX 40001 - Tidak dapat menghubungi E-Taxinvoice Server DJP
Penyebab:
Tidak terhubung ke internet, Traffic koneksi ke webservice e-faktur sedang ramai, Malware
Solusi:
Pastikan jaringan internet stabil agar dapat terhubung ke service DJP, Sebaiknya gunakan internet dengan modem portable tanpa proxy

Aplikasi efaktur dekstop versi 2.0 versi terbaru


Berikut “perubahan” yang ada di aplikasi efaktur versi 2.0

1. Pembatalan Nota Retur/Nota Pembatalan
- Pembeli dan penjual bisa membatalkan retur.
- Ini hanya fasilitas saja, karena tidak ada peraturan khusus mengenai pembatalan retur.
- Saat memproses pembatalan retur, bagian detil retur (NPWP, Nama PKP, DPP, PPN, Tanggal retur) tidak bisa diubah-ubah.

2. Perubahan cara pembatalan faktur, nantinya PKP Penjual harus menunggu validasi dari lawan transaksi.
- Kecuali kalau pembeli belum kreditkan PM atau pembeli Non-PKP.
- Apabila pembeli sudah kreditkan PM kemudian Penjual ingin batalkan FP Keluaran. Saat penjual batalkan faktur maka status FP keluaran tidak langsung berubah menjadi Batal (nanti ada keterangan bahwa pembeli sudah kreditkan faktur). Penjual harus konfirmasi kepada Pembeli agar membatalkan pajak masukannya juga. Setelah Pembeli berhasil batalkan fp masukan, maka penjual bisa memperbaharui tampilan efakturnya agar FP keluaran berubah status menjadi Batal.
- Apabila pembeli belum kreditkan FP masukan, maka saat penjual batalkan faktur status FP Keluaran langsung berubah menjadi Batal, tanpa melakukan konfirmasi kepada pembeli. Selanjutnya jika pembeli mengupload fp masukan tersebut, status approvalnya akan SUKSES tetapi status fakturnya otomatis berubah menjadi Batal. (Catatan: kalau versi efaktur sebelumnya, status approvalnya Reject karena penjual sudah batalkan faktur).

3. Penambahan alert untuk mengisi NIK Pembeli apabila pembeli tidak ber-NPWP
- Apabila penjual mengisi NPWP Pembeli dengan angka 00.000.000.0-000.000 di faktur pajak keluaran , maka saat Klik SIMPAN akan dihimbau untuk mengisi NIK.
- Sifatnya tidak wajib karena belum ada peraturan yang mengharuskan mengisi NIK Pembeli.
- Penjual bisa menambahkan NIK Pembeli di kolom Referensi Faktur, karena belum ada kolom khusus.
- Alert hanya muncul saat input faktur secara manual, jika dengan cara Impor tidak muncul.

4. Upload dokumen lain
- Dokumen lain juga harus diupload
- Dokumen harus klik upload satu persatu, karena jika diblok semuanya akan muncul keterangan error saat klik upload.
- Untuk dokumen ekspor (PEB) tidak bisa dibatalkan. Tapi ada menu UBAH. Jika sudah diubah tidak perlu upload lagi karena sudah otomatis terupload.
- Di menu dokumen lain akan dihilangkan tombol HAPUS apabila sudah terupload.

5. Penambahan alert untuk pajak keluaran yang nilai PPN-nya lebih dari 1 Milyar, untuk memastikan apakah data yang diinput sudah benar.

6. Sudah tidak ada sistem Auto Correct pada pajak masukan. Apabila pembeli salah input tanggal/DPP/PPN maka setelah diupload hasilnya akan Reject.

7. Perubahan katalog error. Sudah tidak ada kode Etax Service xxxxx. Kode error yang baru adalah:
- Etax API xxxxx
- Dekstop xxxxx
(Catatan: Katalog error sedang disusun)

8. Jika nama Admin utama atau Password diubah maka faktur pajak sebelum-sebelumnya yang sudah direkam tidak muncul di daftar faktur. Namun jika daftar fakturnya diekspor bisa terlihat di file csv.

9. Untuk PBK tetap diinput di menu INPUT SSP, nomor bukti PBK diisi di kolom NTPN

10. Jika pembeli sudah upload pajak masukan, kemudian ada kesalahan di bagian Masa Pajak. Di versi terbaru, pembeli tetap TIDAK BISA mengubah masanya. 



Perppu dan Era Baru Perpajakan

Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Bagi sebagian orang, terbitnya peraturan pemerintah pengganti UU (perppu) seperti petir di siang bolong yang mengagetkan. Sebagian lain dapat memaklumi karena ini sudah jauh hari diwacanakan. Namun, tetap saja lahirnya perppu ini seperti sebuah revolusi yang hadir begitu cepat, tiba-tiba, dan semua hanya dapat mereka-reka apa yang sebenarnya terjadi. Apa sebenarnya konteks, maksud, dan isi perppu, serta langkah strategis yang harus diambil DPR dan pemerintah?
Seharusnya tidak sekarang, kita belum siap! Ucapan ini kerap kita dengar saat ide keterbukaan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan diwacanakan beberapa tahun silam. Sejatinya kita tak akan pernah siap karena telah berada di zona nyaman yang amat nikmat. Rezim kerahasiaan (secrecy) telah bertahun-tahun mewarnai kehidupan kita dan berlindung di balik klaim penghormatan hak milik pribadi (privacy). Berbagai alasan yang disodorkan pun benar belaka: ketidaksiapan regulasi dan infrastruktur, mentalitas aparatur negara yang rawan penyimpangan, pelarian uang ke luar negeri, mengurangi daya saing investasi. Namun, dari perjalanan politik bangsa ini kita melihat, bahkan ide sepenting dan semendesak nomor identitas tunggal pun segera dibelokkan menjadi proyek KTP-el yang cacat dan menjadi bancakan menjijikkan.
Data amnesti pajak mengonfirmasi kemendesakan itu. Tak kurang Rp 2.900 triliun aset keuangan dideklarasikan selama program berlangsung, mencapai 56 persen dari total deklarasi harta, dan Rp 2.100 triliun di antaranya ditempatkan di dalam negeri. Ini mengonfirmasi stagnasi rasio pajak dan rendahnya pencapaian target penerimaan, yakni keterbatasan akses Ditjen Pajak ke data/informasi keuangan. Alih-alih menangkal praktik penghindaran pajak dengan mengejar data/informasi harta di luar negeri, yang di depan mata saja tak dapat dijangkau/disentuh.

Mengusut Penggelap Pajak


Setelah program amnesti pajak berakhir pada 31 Maret 2017, ada dua perasaan berbeda di kalangan pengemplang dan penggelap pajak. Pada umumnya, para pengemplang pajak (tax avoider)—yaitu mereka yang sudah mengikuti amnesti pajak, tetapi belum melaporkan seluruh hartanya maupun mereka yang belum berpartisipasi—merasa cemas dan takut terhadap ancaman Presiden Joko Widodo dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang akan mengusut dan memberikan sanksi berat kepada mereka. Apabila ancaman itu terealisasi, habislah reputasi dan harta mereka. Namun, di sisi lain, para penggelap pajak (tax evader)—yaitu mereka yang selama ini tidak membayar pajak atau sangat sedikit membayar pajak karena menggunakan cara-cara ilegal untuk menggelapkan pajak—merasa tetap aman dan bahkan mungkin sedang menertawakan pemerintah. Mereka yakin aksi-aksi tipuan mereka yang selama ini telah berhasil mengelabui negara tidak akan terendus. Keyakinan itu muncul karena selama pelaksanaan amnesti pajak (1 Juli 2016-31 Maret 2017), fokus perhatian pemerintah tertuju kepada pengemplang pajak. Tak tersentuhnya para penggelap pajak sesungguhnya merupakan pelanggaran serius terhadap asas keadilan pajak, keadilan ekonomi, dan keadilan sosial. Akibat pembiaran itu, kerugian negara diperkirakan mencapai ribuan triliun rupiah. Jumlah kerugian itu bahkan diestimasi jauh lebih besar dibandingkan dengan kerugian akibat pengemplangan pajak. Karena itu, praktik ilegal itu harus segera diusut tuntas.

Mengusut Pengemplang Pajak



Mengusut Pengemplang Pajak

ANDREAS LAKO, GURU BESAR AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIKA SOEGIJAPRANATA, SEMARANG (Kompas)


Keberhasilan pemerintah dalam pelaksanaan program amnesti pajak yang mampu memikat 965.983 peserta wajib pajak dan menghasilkan Rp 4.866 triliun harta yang dideklarasikan, serta pemasukan negara Rp 135 triliun dari hasil tebusan pajak dan lainnya, patut diapresiasi.

Meski masih jauh dari target, pencapaian tersebut merupakan prestasi luar biasa dari pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pertanyaan krusialnya, apa agenda prioritas yang perlu dilakukan pemerintah pasca-amnesti pajak? Sejumlah pihak menyarankan agar menteri keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, fokus mengolah dan memperkuat pangkalan data hasil amnesti pajak agar bisa digunakan untuk melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh. Sementara dalam Tajuk Rencana "Mengevaluasi Amnesti Pajak", Kompas(1/4/2017) menyarankan agar Ditjen Pajak fokus pada penegakan hukum bagi pengemplang pajak dan mengawasi komitmen peserta pajak. Pemerintah juga diharapkan menciptakan iklim kondusif bagi investasi dan penempatan dana untuk menarik kembali aset WNI di luar negeri.

Mengusut pengemplang pajak 
Secara umum, saya mendukung sejumlah usulan tersebut. Namun, saya mengusulkan agar prioritasnya diarahkan untuk mengusut para pengemplang dan penggelap pajak. Tulisan ini memfokuskan pada pengemplang pajak yang menyembunyikan asetnya di luar negeri dan penggelapan pajak oleh korporasi PMA (penanaman modal asing). Keberhasilan menuntaskan dua agenda tersebut bakal menghasilkan ribuan triliun rupiah untuk pendapatan negara.
 

COINPOT

COINPOT