OLEH : EDDY LEKS (KONTAN ONLINE)
Sengketa
merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan di dalam dunia bisnis.
Diingini atau tidak, sengketa sering kali timbul dan harus dihadapi oleh
setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Sengketa dapat diselesaikan
secara kekeluargaan (di luar pengadilan) atau melalui pengadilan. Jika
perselisihan yang ada tetap dapat dibicarakan dan diselesaikan secara
baik, penyelesaian secara kekeluargaan merupakan jalur yang sangat wajar
dan efisien. Waktu yang terbuang tidak banyak dan biaya yang
dikeluarkan tidak besar. Namun, penyelesaian sengketa juga sering
dilakukan melalui pengadilan. Dalam hal ini, waktu yang terpakai akan
banyak dan harus melalui tahap-tahapan peradilan yang ada, yang tentunya
juga melibatkan biaya yang tidak sedikit. Secara fakta, masih banyak
pihak yang menyelesaikan sengketanya melalui pengadilan karena
pihak-pihak yang bersengketa ingin memperoleh kepastian dan kejelasan
secara hukum melalui putusan pengadilan tentang obyek sengketa yang ada.
Tentunya, putusan pengadilan secara umum bersifat menang-kalah (win-lose).
Arbitrase merupakan solusi alternatif
penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh. Putusan arbitrase serupa
dengan proses peradilan karena sifatnya juga menang-kalah (win-lose).
Namun, proses persidangan arbitrase lebih fleksibel dan tidak sekaku
proses peradilan yang ada saat ini yang seluruhnya telah diatur melalui
hukum acara yang ada. Untuk itulah, arbitrase sering juga disebut
sebagai “peradilan swasta”.
Jadi, apa yang dimaksud dengan arbitrase?
Undang-undang telah memberikan definisi tentang apa yang dimaksud
sebagai arbitrase. Arbirase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dengan
demikian, arbitrase mengandung unsur (i) penyelesaian sengketa (ii) di
luar peradilan umum (iii) berdasarkan perjanjian tertulis. Unsur
perjanjian tertulis merupakan ciri khas penyelesaian sengketa melalui
arbitrase. Tanpa adanya perjanjian tertulis antara para pihak yang
bersengketa, penyelesaian sengketa tidak dapat diselesaikan melalui
arbitrase.
Jika sengketa diajukan melalui
pengadilan, maka proses yang normal ialah sengketa tersebut akan
diperiksa dan diputus oleh pengadilan tingkat pertama, dapat diajukan
banding melalui Pengadilan Tinggi dan diajukan kasasi pada tingkat
Mahkamah Agung. Setelah itu, pihak yang bersengketa masih mempunyai
upaya hukum berupa peninjauan kembali melalui Mahkamah Agung. Dengan
demikian, ada tiga tingkat peradilan yang perlu dilalui sampai para
pihak memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap dan dapat
dilaksanakan. Dalam prakteknya, waktu yang terbuang untuk keseluruhan
proses tersebut bisa memakan waktu 2 – 5 tahun. Berbeda dengan proses
peradilan yang ada, putusan arbitrase bersifat final dan mengikat.
Dengan demikian, jika sengketa diselesaikan melalui arbitrase, sengketa
yang ada seolah-olah langsung diperiksa dan diputus oleh pengadilan pada
tingkat pertama yang juga berfungsi sebagai tingkat terakhir, yang
berakibat putusan bersifat final dan langsung dapat dilaksanakan. Oleh
karena itu, berbeda dengan proses peradilan, proses arbitrase sangat
efisien, cepat, dan terukur. Selain itu, proses persidangan arbitrase
bersifat rahasia. Hal ini berbeda dengan proses peradilan yang terbuka
untuk umum.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase
saat ini semakin banyak dipilih oleh kalangan pebisnis. Mereka memilih
arbitrase karena penyelesaian sengketa jauh lebih cepat, langsung final
dan mengikat, serta bersifat rahasia. Ketiga faktor tersebut menjadi
alasan utama kalangan pebisnis memilih jalur arbitrase untuk
menyelesaikan sengketa yang mereka hadapi. Tentunya, secara langsung,
penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga akan mengurangi beban
pengadilan di Indonesia terhadap menumpuknya perkara yang belum
terselesaikan.
0 comments:
Post a Comment