Ingin Jadi Miliarder dengan Modal Rp1 Juta?

Anda ingin menjadi miliarder dengan bermodal uang hanya Rp1 juta hari ini? Ada cara mudah untuk mewujudkannya dengan dua syarat ringan. Pertama, Anda harus sabar karena impian Anda menjadi miliarder baru akan terpenuhi sekitar 38 tahun lagi. Kedua, Anda juga perlu mencari alternatif investasi yang mampu memberikan return tahunan 20% secara terus menerus selama periode itu.

Menjadi Miliarder Mudah

Sungguh, ini bukan tipuan atau money game. Secara matematika, uang sebesar Rp1 juta yang bertumbuh 20% p.a. akan menjadi Rp1,02 miliar dalam 38 tahun (1,238 x Rp1 juta). Periode waktu yang diperlukan menjadi lebih cepat jika return tahunan lebih besar. Inilah yang sering disebut sebagai dahsyatnya bunga majemuk sehingga Albert Einstein menyebutnya sebagai keajaiban dunia ke delapan.
Ingin mencapainya dalam 15 tahun juga bisa, tetapi dana Anda hari ini harus sekitar Rp65 juta. Jika Anda ingin lebih cepat lagi, katakan 10 tahun, kas yang harus disiapkan menjadi Rp162 juta. Semakin pendek periode waktunya, semakin besar dana yang Anda perlukan. Intinya, untuk menjadi miliarder di Indonesia ternyata begitu mudahnya jika kita dapat menemukan investasi yang dapat memberikan return tahunan ratarata 20%. Adakah alternatif investasi dengan return sebesar itu di Indonesia? Jika pilihan Anda adalah produk perbankan, pastinya tidak ada yang memberikan return atau bunga tahunan 20%. Return sebesar itu hanya bisa digapai dari investasi di pasar saham.

Mengupas Sunset Policy & Tax Amnesty, Senjata Kejar Target Pajak

Dua istilah yaitu Sunset Policy dan Tax Amnesty akhir-akhir ini makin sering muncul dalam pemberitaan di berbagai media baik cetak maupun elektronika sehubungan dengan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan RI dalam upaya mengejar target penerimaan pajak yang semakin meningkat setiap tahunnya.
Untuk tahun ini saja, target penerimaan pajak mencapai Rp 1.294,3 triliun, atau sekitar 72 persen dari target penerimaan negara sebesar Rp 1.793,6 triliun yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2015. Dari total target sebesar Rp 1.294,3 triliun tersebut, sejumlah Rp 904,1 triliun rencananya akan diperoleh dari penerimaan rutin sedangkan sisanya sebesar Rp 390,2 triliun harus dikejar dengan upaya ekstra (extra effort).
Selanjutnya lebih dari 50 persen atau separuh target penerimaan pajak dari extra-effort tersebut atau sekitar Rp 200 triliun diharapkan dapat dicapai melalui Sunset Policy Jilid II yang ketentuannya dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) akan segera diterbitkan dan berlaku dalam tahun ini juga.
Selain itu, untuk langkah berikutnya sebagai bagian dari program kerja lima tahunan Ditjen Pajak, sedang diwacanakan kebijakan Tax Amnesty. Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang telah disertakan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan akan dibahas DPR tahun ini telah memasukkan rencana Tax Amnesty yang diharapkan dapat diberlakukan paling lambat awal 2017.
 
Apa itu Sunset Policy?

Sunset Policy
Pengertian sunset secara umum adalah sebagai suatu situasi atau keadaan saat-saat menjelang di mana matahari akan tenggelam. Sunset Policy tidak lazim digunakan dalam terminologi perpajakan internasional.
Dalam kamus hukum (Black’s Law Dictionary) terdapat istilah Sunset Law yang artinya berupa ketentuan perundang-undangan, di mana program suatu lembaga pemerintah dengan sendirinya berakhir pada akhir suatu periode tertentu kecuali secara formal masa berlakunya diperpanjang.
Sunset Policy tampaknya menjadi sebuah istilah yang khas atas kebijakan perpajakan yang pernah diberlakukan di Indonesia meskipun istilah ini sendiri tidak ditemukan dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan yang mengaturnya.
Namun demikian, istilah Sunset Policy ini banyak tercantum di berbagai brosur dan bahan presentasi ketika Ditjen Pajak melakukan sosialisasi kebijakan ini pertama kalinya kepada masyarakat luas.

Cara Lapor SPT Pajak Badan Usaha

Pertanyaan:
Selamat siang, mau tanya dong. Bagaimana perhitungan SPT Tahunan orang pribadi yang penghasilannya hanya dari penghasilan perusahaannya yang bergerak di bidang pengadaan barang dan jasa.
Pajak Penghasilan perusahaankan sudah dibayar dan dilaporkan di SPT Tahunan Badan Usaha. Jadi bagaimana perhitungan SPT Tahunan Pribadi pemiliknya? Terima kasih.
Email: mitoXXXX@gmail.com>

Jawaban:
Yth. Bapak Mito,
Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, subjek pajak penghasilan terdiri dari tiga yaitu:
1.
a. orang pribadi,
b. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang berhak;
2. badan; dan
3. bentuk usaha tetap.

Masing-masing subjek pajak memiliki kewajiban pajak yang terpisah antara satu dengan lainnya.
Terdapat beberapa bentuk usaha perusahaan, antara lain usaha perseorangan, firma, persekutuan komanditer (CV) dan perseoran terbatas (PT).
Jawaban kami berikut ini didasarkan pada berbagai bentuk usaha perusahaan dimaksud.
Perusahaan dalam Bentuk Firma, CV atau PT (Wajib Pajak Badan) 
Wajib Pajak (WP) Badan harus menyetorkan dan melaporkan kewajiban tahunan Pajak Penghasilan WP Badan (PPh Badan) atas penghasilan yang diterima selama satu Tahun Pajak.
Oleh karena kewajiban Bapak sebagai orang pribadi adalah terpisah dari perusahaan, maka Bapak juga harus menyetorkan (apabila ada kurang bayar) dan melaporkan sendiri kewajiban tahunan Pajak Penghasilan WP Orang Pribadi (PPh OP) yaitu atas penghasilan yang Bapak terima selama satu Tahun Pajak termasuk penghasilan dari perusahaan.
Dalam hal perusahaan berbentuk Firma atau CV, maka atas penghasilan berupa penarikan (prive) keuntungan dan gaji yang Bapak terima dari perusahaan harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh OP (formulir 1770 atau 1770S atau 1770SS) sebagai penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.

Setahun Kerja di 3 Tempat, Ini Tips Lapor SPT

Pertanyaan :
Saya Dedis, usia 22 Tahun. Saat ini saya bekerja di salah satu perusahaan Provider ternama sebagai Web Service Officer Social Media.
Pada hari Rabu 4 Maret 2015, saya menerima himbauan berupa SPT yang akan deadline per tanggal 31 Maret 2015.
Sebelumnya, saya pernah bekerja di kantor pertama saya selama tiga bulan, di kantor kedua saya selama lima bulan, di kantor ketiga selama sebulan, dan sekarang ini di kantor keempat saya baru menginjak bulan ketiga.
Sebelumnya di kantor-kantor saya tersebut, saya sudah menyerahkan copy-an NPWP saya ke bagian HRD & pihak sana yang akan membayarkan pajak penghasilan (PPh) saya.
Yang ingin saya tanyakan, apakah saya harus membayarkan lagi untuk PPH saya tersebut? saat ini saya sedang dibuat bingung dengan SPT tersebut karena maklum saja, sebelumnya saya seorang Fresh Graduated & belum terlalu mengerti dengan masalah perpajakan, terutama Pph & sistem perhitungannya.
Sebelum & sesudahnya terima kasih :)
Best Regards,
Dedis
Email: dhekhXXXX@gmail.com

Jawaban:
Yth. Mbak Dedis,
Data NPWP yang diberikan kepada perusahaan tempat Mbak Dedis bekerja adalah dalam rangka melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) atas penghasilan (gaji dan tunjangan) yang dibayarkan perusahaan kepada pegawai.
Himbauan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Mbak Dedis terdaftar adalah untuk mengingatkan agar menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) Tahun 2014 sebelum 31 Maret 2015.
Berikut kami buatkan ilustrasi sehubungan dengan pertanyaan yang Mbak Dedis sampaikan.
Selama tahun 2014
- Bekerja selama tiga bulan di perusahaan A
- Bekerja selama lima bulan di perusahaan B
- Bekerja selama satu bulan di perusahaan C
Selama tahun 2015
- Bekerja di perusahaan D dan sudah memasuki bulan ketiga
Dalam rangka melaporkan kewajiban tahunan PPh OP untuk Tahun Pajak 2014, kami sarankan agar Mbak Dedis segera meminta bukti potong 1721-A1 kepada perusahaan-perusahaan tempat Mbak Dedis bekerja selama Tahun 2014 yaitu perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C.
Selanjutnya, Mbak Dedis dapat melaporkan kewajiban tahunan PPh OP dengan media Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang dapat disampaikan dengan tiga pilihan cara berikut ini.
1. Pengisian dan Pelaporan Secara Manual Menggunakan Hardcopy Formulir SPT
a. Meminta formulir SPT 1770 atau 1770S atau 1770SS ke KPP terdekat dengan ketentuan sebagai berikut:

Pertama Kali Isi SPT Pajak, Ini Caranya!

Pertanyaan :
Saya baru tahun ini pertama kali isi form 1770 SS atau formulir untuk wajib pajak pribadi dengan penghasilan di bawah Rp 60 juta.
Yang ingin saya tanyakan, bagaimana cara menghitung untuk mengisi kolom nomor 8-12 dan apa saja yang menjadi bagian dari masing-masing kolom tersebut?
Sebagai penjelasan,
Kolom nomor 8 adalah Dasar Pengenaan Pajak/Penghasilan Bruto Pajak Penghasilan Final.
Kolom nomor 9 adalah Pajak Penghasilan Final Terutang.
Kolom nomor 10 adalah Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak.
Kolom nomor 11 adalah Jumlah Keseluruhan Harta yang Dimiliki pada Akhir Tahun Pajak.
Kolom nomor 12 adalah Jumlah Keseluruhan Kewajiban/Utang pada Akhir Tahun Pajak.
mohon bantuannya karena saya kurang mengerti panduan yang ada dari website pajak.
terima kasih atas perhatiannya.
best regards,
Anthony
Email: anthonXXXX@gmail.com

Jawaban: 
Yth. Sdr. Anthony,
Kolom 8 pada SPT 1770 SS diisikan dengan penghasilan final antara lain bunga deposito dan tabungan. Dari buku tabungan atau sertifikat deposito Saudara dapat diketahui jumlah bunga yang saudara peroleh selama tahun 2014. Misalkan bunga tabungan selama tahun 2014 totalnya Rp 2.500.000 maka dasar pengenaan pajak/penghasilan bruto pajak penghasilan final yang diisikan dalam kolom 8 adalah Rp 2.500.000.
Selanjutnya PPh Final terutang yang diisi dalam kolom 9 adalah sebesar Rp 500.000 (20 persen x Rp 2.500.000). Tarif PPh Final untuk bunga tabungan/deposito adalah 20%.

NPWP Tak Valid, Apa yang Harus Dilakukan?

Pertanyaan :
Dear Redaksi Liputan 6,
Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan mengenai SPT, sebagai berikut
1. Pada saat saya mengajukan permohonan e-FIN, petugas menyampaikan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) saya tidak valid. Jika seperti itu kira-kira apa penyebabnya ya?
saya sudah hubungi KPP tempat saya mendaftar, dan mereka menginfokan bahwa ada beberapa kasus seperti itu yang diakibatkan pada saat mendaftar NPWP melalui e-reg (saya memang sempat mendaftar melalui e-reg pada NPWP pertama saya, tapi pada saat saya ganti wilayah, saya datang langsung ke KPP tersebut untuk pengurusan).
Karena kasus ini, petugas pajak menyuruh saya untuk datang langsung untuk memvalidasi NPWP tersebut, yang saya heran apakah tidak cukup mengaktifikan via telepon dengan menginfokan nomor NPWP-nya.
2. Jika NPWP tidak valid, dan saya tidak melakukan pengurusan, ini berarti saya tidak perlu melaporkan SPT Tahun 2014 kan? Atau memang otomatis pajak yang saya bayarkan tahun 2014 tidak ter-record di kantor pajak.
Dan atau jika saya melakukan pengurusan validasi tahun ini, berarti SPT yang saya laporkan adalah Pajak tahun 2015 kan dan itu tahun 2016 untuk pelaporan SPT-nya.
Fyi saja, saya kena pajak hanya selama enam bulan saja di tahun 2014 ini (pada masa kerja) dan tahun 2015 sudah tidak bekerja.
3. Mohon info dampak yang timbul jika saya tidak melakukan validasi NPWP namun saya sudah memegang kartu fisik NPWP tersebut.
Mohon info dan saran.
Terimakasih
Putri
Email: aristipraXXXXXX@gmail.com

Jawaban:
Yth. Mbak Aristi Putri,

1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tidak valid terjadi karena data NPWP yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Mbak Putri terdaftar belum diadministrasikan dalam master file Direktorat Jenderal Pajak.

Berapa Persen dari Penghasilan yang Kena Pajak?


Pertanyaan :
Saya Yosua, ingin bertanya sebagai berikut:
Berapa persen jika saya harus membayar pajak penghasilan?
Terima kasih, salam.
Email: yosua.daXXXX@gmail.com

Jawaban:
Yth. Bapak Yosua,
Tarif pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi adalah sesuai pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), yaitu sebagai berikut:

-  Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp 50 juta, dikenakan PPh dengan tarif 5 persen;
-  Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta, dikenakan PPh dengan tarif 15 persen;
-  Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta, dikenakan PPh dengan tarif 25 persen;
-  Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 500 juta, dikenakan PPh dengan tarif 30 persen.

Penghasilan kena pajak adalah penghasilan neto dikurangi dengan besaran PTKP, yaitu:
a. Rp 24.300.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp 2.025.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp 24.300.000 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;
d. Rp 2.025.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga.

Misalkan Tuan A (memiliki NPWP) per 1 Januari 2014 telah menikah dan memiliki satu orang anak dengan  penghasilan neto selama satu tahun sejumlah Rp 720 juta, maka PPh Terhutang untuk Tahun Pajak 2014 adalah Rp 152.495.000 dengan perhitungan sebagai berikut:
 - Penghasilan neto              : Rp 720.000.000
 - PTKP                             : Rp   28.350.000
                                            ______________ -
- Penghasilan Kena Pajak    : Rp  691.650.000
  

Kompetensi Masa Depan

Pada tahun 1980-an banyak muncul film science fiction tentang perjalanan antargalaksi dalam sebuah kapal luar angkasa atau percakapan jarak jauh yang dilakukan melalui sebuah layar lebar, sehingga para penelpon bisa melihat wajah penelpon lain. Saat itu semua kecanggihan tersebut rasanya seperti mimpi. Ketika film tersebut dibuat, teknologi mobile phone sama sekali belum dikenal. Bahkan mungkin sang penualis skenario pun tidak tahu kapankah dan benarkah hal itu akan terealisasi. Siapa nyana 20 tahun kemudian, meskipun perjalanan antargalaksi belum juga terealisasi, namun hubungan percakapan jarak jauh tatap muka bisa dilakukan dengan mudah oleh siapapun juga tanpa bayar.

Dengan ditemukannya teknologi internet, dunia berkembang dalam kecepatan yang tidak pernah dibayangkan oleh siapapun juga. Hal ini tentunya mempengaruhi kehidupan semua orang di berbagai tempat. Generasi sekarang, yang disebut sebagai generasi milenial alias Gen Z, dikenal memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Kecepatan akses informasi yang mereka rasakan membuat mereka juga menginginkan segalanya berlangsung serba instan. Masuknya mereka ke dalam dunia kerja menjadikan tantangan tersendiri bagi organisasi untuk mengakomodasi kebutuhan mereka ini. Organisasi harus mempersiapkan diri, bukan dengan mengubah mereka agar mengikuti standar dan kebiasaan dari generasi di atasnya, namun justru organisasinyalah yang berubah membuat perubahan–perubahan yang selaras dengan tuntutan mereka. Bagaimana tidak, mau tidak mau, merekalah si empunya masa depan ini. Hal ini memang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Kita tidak mudah mengubah sikap, paradigma, apalagi kebiasaan kita. Tengok pada gubernur yang mengeluh karena sekarang menteri blusukan di daerahnya tanpa permisi dan mereka tidak berkesempatan melakukan persiapan penyambutan. Pertanyaannya, apakah para gubernur menyadari bahwa merekapun bisa dan harus berubah?
 

COINPOT

COINPOT