Mengusut Penggelap Pajak


Setelah program amnesti pajak berakhir pada 31 Maret 2017, ada dua perasaan berbeda di kalangan pengemplang dan penggelap pajak. Pada umumnya, para pengemplang pajak (tax avoider)—yaitu mereka yang sudah mengikuti amnesti pajak, tetapi belum melaporkan seluruh hartanya maupun mereka yang belum berpartisipasi—merasa cemas dan takut terhadap ancaman Presiden Joko Widodo dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang akan mengusut dan memberikan sanksi berat kepada mereka. Apabila ancaman itu terealisasi, habislah reputasi dan harta mereka. Namun, di sisi lain, para penggelap pajak (tax evader)—yaitu mereka yang selama ini tidak membayar pajak atau sangat sedikit membayar pajak karena menggunakan cara-cara ilegal untuk menggelapkan pajak—merasa tetap aman dan bahkan mungkin sedang menertawakan pemerintah. Mereka yakin aksi-aksi tipuan mereka yang selama ini telah berhasil mengelabui negara tidak akan terendus. Keyakinan itu muncul karena selama pelaksanaan amnesti pajak (1 Juli 2016-31 Maret 2017), fokus perhatian pemerintah tertuju kepada pengemplang pajak. Tak tersentuhnya para penggelap pajak sesungguhnya merupakan pelanggaran serius terhadap asas keadilan pajak, keadilan ekonomi, dan keadilan sosial. Akibat pembiaran itu, kerugian negara diperkirakan mencapai ribuan triliun rupiah. Jumlah kerugian itu bahkan diestimasi jauh lebih besar dibandingkan dengan kerugian akibat pengemplangan pajak. Karena itu, praktik ilegal itu harus segera diusut tuntas.

Mengusut Pengemplang Pajak



Mengusut Pengemplang Pajak

ANDREAS LAKO, GURU BESAR AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIKA SOEGIJAPRANATA, SEMARANG (Kompas)


Keberhasilan pemerintah dalam pelaksanaan program amnesti pajak yang mampu memikat 965.983 peserta wajib pajak dan menghasilkan Rp 4.866 triliun harta yang dideklarasikan, serta pemasukan negara Rp 135 triliun dari hasil tebusan pajak dan lainnya, patut diapresiasi.

Meski masih jauh dari target, pencapaian tersebut merupakan prestasi luar biasa dari pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pertanyaan krusialnya, apa agenda prioritas yang perlu dilakukan pemerintah pasca-amnesti pajak? Sejumlah pihak menyarankan agar menteri keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, fokus mengolah dan memperkuat pangkalan data hasil amnesti pajak agar bisa digunakan untuk melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh. Sementara dalam Tajuk Rencana "Mengevaluasi Amnesti Pajak", Kompas(1/4/2017) menyarankan agar Ditjen Pajak fokus pada penegakan hukum bagi pengemplang pajak dan mengawasi komitmen peserta pajak. Pemerintah juga diharapkan menciptakan iklim kondusif bagi investasi dan penempatan dana untuk menarik kembali aset WNI di luar negeri.

Mengusut pengemplang pajak 
Secara umum, saya mendukung sejumlah usulan tersebut. Namun, saya mengusulkan agar prioritasnya diarahkan untuk mengusut para pengemplang dan penggelap pajak. Tulisan ini memfokuskan pada pengemplang pajak yang menyembunyikan asetnya di luar negeri dan penggelapan pajak oleh korporasi PMA (penanaman modal asing). Keberhasilan menuntaskan dua agenda tersebut bakal menghasilkan ribuan triliun rupiah untuk pendapatan negara.
 

COINPOT

COINPOT