Pajak Perubahan Status Usaha


PERTANYAAN:
Saya sudah terdaftar sebagai pengusaha kena pajak (PKP) dan memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Usaha saya berstatus perorangan yang memproduksi tas, dan saya berencana meningkatkan status usaha saya menjadi perseroan terbatas (PT). Saya ingin menjadikan sisa barang dagangan saya sebagai aset PT untuk modal saham.
Yang ingin saya tanyakan, apakah atas pengalihan barang dagangan saya tersebut menjadi aset PT terutang pajak pertambahan nilai (PPN)? Lalu, bila saya ingin menjual merek dagang kepada PT yang baru didirikan itu, apa kena pungutan pajak penghasilan (PPh)?
Sebelumnya terimakasih atas penjelasannya.
Susilo, Pulogadung, Jakarta

JAWABAN:
SESUAT pasal 1A ayat (1) huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN, yang termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak adalah persediaan barang kena pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, serta yang masih tersisa saat pembubaran perusahaan sepanjang PPN atas perolehan aktiva itu sesuai ketentuan bisa dikreditkan.
Berdasarkan pengertian itu, persediaan barang dagangan yang dialihkan dari perusahaan lama kepada perusahaan baru sebagai perubahan bentuk usaha, termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak. Begitu juga dengan sisa barang dagangan milik Anda.
Karena itu, atas pengalihan tersebut, perusahaan lama Anda wajib menerbitkan Faktur Pajak dan memungut PPN yang terutang. Lalu, Anda melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN saat akta atas perubahan bentuk usaha ditandatangani notaris.
Dasar pengenaan pajak guna menghitung PPN yang terutang atas pengalihan barang-barang dagangan adalah: harga pasar wajar. Dan, tarif yang digunakan untuk menghitung PPN yang terutang ialah sebesar 10%. Sedang pajak masukan yang dibayar oleh bentuk usaha baru Anda dalam rangka pengalihan barang-barang dagangan tersebut, bisa dikreditkan oleh perusahaan baru itu.
Sementara, atas pembelian merek dagang usaha termasuk dalam definisi royalti. Aturan mainnya tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h UU No. 36/2008 tentang PPh. Dan, atas pembayaran royalti tersebut terutang PPh Pasal 23 sebesar 15%.
Jadi, perusahaan yang membayarkan royalti kepada wajib pajak dalam negeri harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari nilai pembayaran royalti itu. Atas bukti pemotongan PPh 23 tersebut menjadi kredit pajak bagi Anda untuk diperhitungkan dalam SPT Taliunan PPh Orang Pribadi Anda.
Demikianlah penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.

Oleh : Agus Susanto Lihin dan Hendra Wijana
Praktisi Pajak (kontan)

0 comments:

Post a Comment

 

COINPOT

COINPOT