KONSULTAN PAJAK NAKAL VS KONSULTAN BIJAK


Oleh : Nur Hidayat,
Dosen dan Peneliti Perpajakan Magister Akuntansi Universitas Pancasila, Anggota IAI (kontan)


Pernyataan Dirjen Pajak, Fuad Rahmany (Harian KONTAN, Jumat, 4 Januari 20I3) yang akan menyisir konsultan pajak nakal dianggap berlebihan, bila penyisiran berdasarkan dugaan, para konsultan mengajari wajib pajak (WP) menghindari pajak. Padahal, keberadaan konsultan pajak dilindungi undang-undang (UU) dan di bawah Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI).
Pajak memaksa WP. Bagi sebagian WP, membayar pajak dianggap menambah beban dan bisa menggerus laba, bahkan rugi. Terlebih kini ada beban bisnis yang dipaksa naik, yaitu upah minimum dan tarif dasar listrik (TDL).
Semua orang tak suka membayar pajak, karena kehilangan sebagian keuntungan usaha. Tapi, pajak tetap kewajiban warga negara. Menyadari beban pajak hampir selalu timbul, padahal satu sisi WP keberatan, tapi di sisi lain takut kena sanksi, timbul kebutuhan WP akan konsultan pajak. Konsultan dapat membantu meringankan beban pajak, tapi tidak dipersalahkan melanggar aturan. Strategi ini lumrah, dikenal dengan perencanaan pajak atau tax planning.
Seorang konsultan pajak ternama, Prijohandojo Kristanto (2009)
 berpendapat, konsultan pajak adalah setiap orang dengan keahlian dan dalam lingkungan pekerjaan secara bebas dan profesional memberikan jasa perpajakan ke klien agar melaksanakan hak dan kewajiban pajak, sesuai UU.
Jadi, konsultan pajak profesional tak menyarankan melanggar aturan pajak, Ada prasyarat agar konsultan pajak menjalankan jasa profesional dan terhindar dari tuduhan nakal. Lima prasyarat yang haras dipenuhi, yakni, Satu, memahami aturan perpajakan atau aturan terkait lain. Dua, menentukan tujuan tax planning. Menurut Erly Suandy (2007) tax planning memiliki dua tujuan utama, yakni menerapkan aturan secara benar dan efisiensi. Tiga, memahami karakteristik usaha WP. Empat, memahami tingkat kewajaran. Lima, memahami akuntansi dan proses bisnis.

Ciri-ciri nakal dan bijak

Konsultan pajak nakal biasanya mengarahkan dan mengupayakan bagaimana memperkecil kewajiban pajak dengan cara penggelapan pajak atau tax evasion. Hal ini melanggar UU. Menurut S. Lumbantoruan (1996) ada beberapa tindakan memperkecil pajak yang melanggar aturan.
Pertama, memperkecil penghasilan, antara lain melaporkan sebagian penghasilan, atau merendahkan harga jual, memilih menjual ke pengusaha non-PKP (faktur pajak sederhana) agar lebih mudah tak melapor penjualannya. Kedua, memperbesar harga pokok barang yang dijual. Ketiga, memperbesar beban usaha. Keempat, meninggikan harga impor barang atau jasa dari perusahaan yang ada hubungan istimewa di luar negeri. Kelima, merendahkan harga ekspor barang kepada perusahaan yang ada hubungan istimewa di luar negeri.
Keenam, merendahkan penghasilan pegawai atau pembayaran lain, sementara di perhitungan laba-rugi perusahaan ditinggikan, untuk merendahkan laba kena pajak (PPh Badan). Ketujuh, pembayaran dividen ke pemegang saham secara terselubung, seolah-olah pembayaran utang. Bila konsultan pajak menyarankan WP melakukan salah satu dari tindakan menyimpang tersebut, jelas ia konsultan pajak nakal.

Sementara konsultan pajak bijak menyarankan tax planning yang diperkenankan dan tidak melanggar UU. Menurut S. Lumbantoruan (1996) dapat ditempuh antara lain, pertama, mencari keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan pengecualian dan potongan atau pengurangan yang diperkenankan.
Misalnya, menjelang akhir tahun diketahui jumlah pajak terutang cukup besar. Untuk itu, perusahaan dapat mengurangi jumlah biaya, seperti biaya pendidikan, perbaikan kantor, pemasaran dan lain-lain. Nah, daripada mengeluarkan uang untuk membayar pajak lebih besar, lebih baik uang tersebut untuk kepentingan perusahaan.
Kedua, mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk perusahaan yang tepat. Perusahaan perorangan terkena tarif progresif Pasal 17 dengan empat tingkatan, tarif terendah 5%. Melihat dari segi perpajakan, usaha perorangan, firma, dan kongsi lebih menguntungkan daripada perseroan terbatas (PT). Pajak penghasilan PT dikenakan dua kali, yakni saat penghasilan diperoleh atau diterima (Jan saat pemilik menerima atau niemper-oleh dividen (pajak atas dividen).

Ketiga, mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha. Keempat, pemilihan metode akuntansi yang paling menguntungkan. Contoh,
saat pengakuan pendapatan, menunda faktur atau pengakuan beban dipercepat, penyusutan mengambil tarif paling tinggi, perolehan aktiva dimajukan agai  dapat segera disusutkan atau pembiayaan pembelian aktiva dengan mengangsur.
Nah, bila konsultan pajak menyarankan/membantu WP dalam
rangka meringankan beban pajak tanpa harus melanggar peraturan perpajakan, ia dapat dikatakan
konsultan pajak bijak.

0 comments:

Post a Comment

 

COINPOT

COINPOT