Sisi Gelap BP Migas dan PR Pertamina

Rendra Setyadiharja, S.Sos, Dosen STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang
sumber : Harian ekonomi Neraca dan haluankepri.com

Menarik bicara pengelolaan minyak dan gas di Indonesia. Soalnya, negara adalah penghasil minyak dan gas, tapi sering mengalami masalah yang berkaitan dengan minyak dan gas.

Tentunya ini mengundang pertanyaan. Siapa yang salah? Bagaimana pengelolaannya? Kemana hasilnya dan kemana keuntungannya. Mengapa negara Indonesia tak pernah merasa diuntungkan dengan kepemilikan minyak dan gas yang notabenenya melimpah ruah, namun hasilnya tak kunjung membawa kebaikan.
Menurut Dr. Fahmy Radhi, MB, Direktur Eksekutif Mubyarto dan Staf Ahli Pusat Ekonomi Kerakyatan Univesitas Gajah Mada Yogyakarta, ternyata Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) memiliki sisi gelap. Sehingga BP Migas lewat keputusan MK terhadap uji materi Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 diputuskan inskontitusional, karena bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3.

Apa dosa BP Migas? Sehingga harus menelan pil dibubuatkan? Menurut Dr. Fahmy Radhi, MBA (2012), selama BP Migas di Indonesia, lembaga ini telah terlalu dekat dengan perusahaan asing. Data Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Miniral merilis, pengelolaan sumber daya alam migas banyak dikuasai perusahaan asing. Persentasenya, 74 persen perusahaan asing dan 22 persen dikuasai  perusahaan swasta nasional dan BUMN (Radhi: 2012).

Kondisi ini menyebabkan sumber daya alam sumber migas Indonesia “tersandera” oleh kepentingan kapitalisme. Sehingga jelas kita mengalami kerugian secara materil dalam kasus ini, Kedua, keberadaan BP Migas di Indonesia telah membuat kerugian negara. BPK telah menemukan jumlah kerugian sebanyak 2 miliar dolar AS sejak tahun 2002-2006, dan mencapai 2 triliun rupiah pada kurun waktu 2006-2007. Selain itu kerugian negara akibat sengketa pajak minyak dan gas antara perusahaan asing dan Dirjen Pajak yang nilainya diperkirakan sebanyak Rp 159, 3 juta/tahun (Radhi: 2012).

Dari dua catatan buruk ini jelas, ternyata BP Migas telah dinilai salah kelola. Inilah salah satu penyebab kenapa Indonesia sering mengalami masalah dalam persoalan minyak dan gas. Maka sejak dibubarkannya BP Migas pada 13 November 2012, maka tugas pengelolaan, dan pengawasan diserahkan kepada Pertamina.

Menurut Dr. Fahmy Radhi, MBA (2012), ada sejumlah pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan oleh Pertamina pasca BP Migas dibubarkan. Pertama, kekayaan alam harus benar-benar dipergunakan demi kemakmuran rakyat bukan kemakmuran pemodal asing lewat perusahaan asingnya. Ini jadi tugas berat bagi Pertamina. Sebab bagaimana mengelola sumber minyak dan gas tanpa campur tangan asing kembali dan bagaimana pula Pertamina memanajerial dan bersikap terhadap perusahaan asing yang sudah “terlanjur” mengelola minyak dan gas Indonesia.
Kedua, beban pengelolaan pengelolaan minyak dan gas semakin berat. Tapi saya yakin,  Pertamina mampu mengatasinya. Sebab prestasi Pertamina bisa melebihi produksi minyak di lapangan Offshore North West Java yang tingkat kesulitannya lebih sulit dibanding Blok Cepu dan Blok Madura.

Ketiga, kepercayan ini memberi peluang Pertamina bisa bermain di dalam dan luar negeri. Sehingga semakin meningkatkan kontribusi Pertamina dalam memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia. Maka tugas Pertamina adalah meluaskan jaringan yang kuat namun bukan sebagai lembaga yang mampu dicekoki oleh perusahaan asing, namun justru Pertaminalah yang memiliki peran dominasi khususnya dalam pengelolaan minyak dan gas, sehingga mampu bersaing dengan perusahaan minyak besar lainnya di dunia.

Tentunya alasan sekaligus menjadi “Pekerjaan Rumah” bagi Pertamina ini bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Namun langkah ini dianggap sebagai titik awal dan masyarakat Indonesia menjadi saksi, apakah pemerintah serius menangani masalah minyak dan gas yang selama ini selalu saja dibicarakan. Harapannya Pertamina mampu menyelesaikan masalah minyak dan gas Indonesia yang selama ini dikuasai oleh perusahaan asing. Kedua, Pertamina harus mampu melepaskan ketergantungan Indonesia terhadap perusahaan asing dalam pengolahan minyak dan gas. Sehingga minyak dan gas Indonesia tidak lagi diolah oleh perusahaan asing.

0 comments:

Post a Comment

 

COINPOT

COINPOT