PENGUSAHA TERTENTU


SUMBER :Agus Susanto Lihin dan Hendra Wijana (E-PAPER KONTAN)
  
 PERTANYAAN:
Saya ingin bertanya soal perlakuan pajak atas wajib pajak orang pribadi (WPOP). Pertama, bila WPOP memiliki usaha menjual pakaian dengan banyak cabang yang lokasinya berbeda dari domisili di kartu nomor pokok wajib pajak (NPWP), pelaporan pajak apa saja yang harus dilakukan, baik di masing-masing cabang ataupun di domisili WPOP?
Kedua, WPOP boleh memilih menggunakan norma atau pembukuan, kalau omzetnya di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. Lalu, bagaimana pelaporan pajak pertambahan nilai (PPN)-nya?
Ketiga, jika pemilik mengambil dana yang ada di cabang, bagaimana perlakuan atas pengambilan dana itu kalau menggunakan pembukuan?
Mohon penjelasannya. Sebelumnya saya ucapkan banyak terimakasih.
Andriansyah, Pulogadung, Jakarta

JAWABAN:
DARI pertanyaan yang diajukan, Anda bisa dikategorikan sebagai WPOP pengusaha tertentu. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009 menyebutkan, WPOP yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha, maka dia disebut sebagai WPOP pengusaha tertentu.
Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 terhadap WPOP pengusaha tertentu sesuai Pasal 3 Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32/PJ/2010 adalah, sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto atau jumlah omzet penjualan setiap bulan dari masing-masing tempat usaha.
Maka, untuk setiap tempat usaha wajib mendaftarkan NPWP ke masing-masing Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar. Tiap cabang kemudian membayar PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari omzetnya. Dan narttinya, pembayaran PPh Pasal 25 itu merupakan kredit pajak untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan.

Bila ada karyawan tetap, masing-masing cabang berkewajiban memotong PPh 21 dan melaporkan SPT PPh 21.
Dalam menghitung PPh, WPOP bisa. memakai pembukuan maupun norma perhitungan. Tapi, untuk pelaporan PPN bisa menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan jika memenuhi syarat: punya peredaran usaha dalam dua tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp 1,8 miliar untuk setiap satu tahun buku; atau WP baru dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
Besarnya pajak masukan yang bisa dikreditkan ialah dihitung menggunakan pedoman penghitungan pajak masukan. Yakni, sebesar 70% dari pajak keluaran untuk penyerahan barang kena pajak. Jadi, PPN yang wajib disetorkan pada setiap masa pajak adalah 3% dari dasar pengenaan pajak. Atau, 3% dikalikan dengan omzet per bulan. Namun, kewajiban menggunakan
pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran berlaku mulai masa pajak setelah peredaran usahanya. menjadi lebih besar dari Rp 1,8 miliar.

Dasar hukumnya: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/ PMK.03/2010. Dalam pelaporan SPT Masa PPN untuk pengusaha kena pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan menggunakan formulir SPT Masa PPN 1111 DM.
Sedang untuk pengambilan dana atau prive dari kantor cabang tidak bisa dibebankan sebagai biaya untuk mengurangi penghasilan kena pajak, yang aturannya termaktub di Pasal 9 ayat (l) huruf i UU PPh.

0 comments:

Post a Comment

 

COINPOT

COINPOT